Kantor Staf Presiden menerjunkan tim untuk mendatangi langsung Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang sempat ricuh karena pro kontra adanya pertambangan andesit. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Johanes Joko, mengatakan kedatangan timnya ke Desa Wadas bertujuan untuk mengecek secara langsung apa yang terjadi. Sekaligus untuk mengonfirmasi berita berita yang simpang siur beredar di sosial media.
"Kami datang ke sini untuk melakukan pengecekan secara langsung, karena berita di sosial media dan berita yang berkembang diluar selalu riuh sekali. Ada yang bilang A, B, C, segala macam." "Maka kami atas perintah Pak KSP Moeldoko, kami diperintahkan untuk langsung datang ke sini. 'Coba dicari yang benar seperti apa, dilihat dan dirasakan apa yang sebenarnya terjadi'," kata Johanes dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Minggu (13/2/2022). Johanes menyebut pihaknya sempat menemui warga dan berdialog untuk mengetahui apa yang sebenernya terjadi pada saat kericuhan di tanggal 8 10 Februari kemarin.
Selain itu, Johanes juga menelusuri apa yang menjadi alasan warga menolak adanya pertambangan ini. "Kami melakukan dua hal, pertama kami memisahkan dulu. Kami melihat peristiwa tanggal 8, 9 10, apa yang terjadi. Kemudian kami juga melihat apa yang terjadi, kenapa masyarakat menolak," terangnya. Johanes mengaku timnya juga telah menemui pihak pihak terkait dalam permasalahan di Desa Wadas ini.
Seperti Kapolda Jawa Tengah, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ombudsman Jawa Tengah, serta warga yang kontra dengan pertambangan andesit di Desa Wadas. "Dari proses proses itu semua, semua pihak kami hubungi, dari Kepolisian kami sudah bertemu dengan Kapolda, Pak Gubernur Ganjar, kita sudah ketemu Ombudsman Jawa Tengah, kemudian kami juga ketemu dengan masyarakat yang kontra kemarin," imbuh Johanes. Johanes pun mengungkapkan apa yang menjadi harapan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam permasalahan di Desa Wadas ini.
Menurut Johanes, Presiden Jokowi berharap agar pertambangan di Desa Wadas yang menjadi program strategis nasional ini bisa tetap dilaksanakan. Namun, tetap harus dilakukan dengan komunikasi yang baik, agar tidak ada masyarakat merasa terpinggirkan dan terkalahkan. Presiden Jokowi ingin semua masyarakat Wadas bisa dirangkul, baik yang pro maupun yang kontra.
"Harapan Presiden, tetap program strategis nasional bisa dilaksanakan. Tetapi, harus dicari apa cara cara komunikasi agar tidak ada masyarakat yang merasa terpinggirkan. Tidak ada masyarakat yang merasa terkalahkan, semua harus dirangkul," ungkap Johanes. Selain itu, Johanes menyebut Presiden Jokowi juga memerintahkan untuk melakukan perbaikan dan evaluasi jika diperlukan. Serta penggunaan komunikasi yang harus menjadi kunci dalam permasalahan di Wadas ini.
"Kalau ada permasalah ya kita perbaiki. Kalau ada hal hal yang harus dievaluasi ya harus dievaluasi. Jadi tetap komunikasi harus dijaga. Tetap kata kunci dari presiden itu komunikasi terus, jangan pernah lelah," pungkasnya. Diwartakan sebelumnya, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyebut warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo sudah lama menolak wilayahnya dieksploitasi. Mereka lantang menyuarakan tolak tambang di Wadas bahkan sejak tahun 2013.
Hal itu pula yang memantik perlawanan terhadap pemerintah karena tak ingin Wadas menjadi lokasi Bendungan dan Pertambangan Andesit. “Penolakan warga itu sudah sangat lama. Bahkan sejak 8 tahun lalu, mereka keras menolak desanya dijadikan tambang dari 2013 lalu,” kata Ketua Umum YLBHI Muhammad Isnur dalam diskusi LP3ES bertajuk Bekerjanya Hukum Represif Belajar dari Kasus Wadas, Sabtu (12/2/2022). Isnur menambahkan, warga Wadas sangat teredukasi soal kerusakan alam.
Maka penolakan yang dilakukan hingga bersinggungan dengan aparat merupakan proses sosialisasi yang sering diterima oleh aktivis lingkungan dan pihak pihak yang berupaya melestarikan kekayaan alam Desa Wadas. "Mereka paham betul dengan sumber penghidupannya di Wadas. Makanya mereka lantang menolak soal rencana pendirian tambang karena sangat teredukasi dengan dampak kerusakan yang ditimbulkan," tutur Isnur. Meski lantang menolak pembangunan tambang dan bendungan, warga dipaksa untuk melakukan penandatanganan oleh pihak tertentu.
Hal inilah yang memantik emosi sebagian warga hingga terjadi gesekan yang terjadi beberapa hari lalu. “Tanda tangan itu dipaksakan, kemudian dianggap sebagai persetujuan dan itu membuat warga merasa aneh, kenapa ada anggapan seperti itu,” ceritanya. Lebih jauh lagi, Isnur mengungkapkan alasan utama kenapa warga Wadas memprotes praktik ekspolitasi di sana.
Menurut warga, proses penambangan batu andesit di Desa Wadas akan mematikan sumber air untuk kehidupan masyarakat, termasuk mengganggu pertanian. Sementara, penghasilan utama warga Wadas hampir 90 persen berasal sektor pertanian dan kekayaan alam yang dimiliki oleh Desa Wadas. “Keuntungan warga dari lestarinya alam itu tidak kecil, sangat besar, miliaran rupiah setiap tahunnya. Di Wadas terkenal duren, petai, dan produk produk lain dari pertanian. Hasil bumi yang melimpah ini dikhawatirkan akan mati seiring dibangunnya pabrik tambang,” tutur Isnur.
Oleh karena itu, Isnur menyayangkan sikap pemerintah yang tak memerhatikan hal tersebut. Pemerintah dinilai tetap menjadikan Desa Wadas sebagai lokasi pertambangan andesit dan Bendungan Bener sebagai sistem pengairan yang mendukung pertambangan itu. “Sayangnya pemerintah tak melihat potensi alam dan pertanian di Wadas, itu tidak masuk dalam rencana pemerintah. Padahal itu sumber kebahagiaan, sumber kehidupan warga dan itu akan hilang dengan hancurnya alam mereka akibat tambang,” kata dia.