Polda Jabar akhirnya merilis kasus penipuan berkedok arisan bodong yang terjadi di Tasikmalaya, Jawa Barat. MAW dan HTP, pasangan suami istri asal Sumedang diduga telah menipu ratusan korban dengan modus arisan bodong. Penyelidikan jajaran Kasubdit IV Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jabar, ada sekitar 150 orang yang menjadi korban dan kerugian mencapai Rp 21 miliar.
"Ada pun tersangkanya satu orang, namun dibantu satu orang lagi. Jadi ada dua, suami istri identitasnya MAW dan dibantu oleh suaminya HTP," ujar Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Ibrahim Tompo, di Mapolda Jabar, Selasa (1/3/2022). Modus pelaku, ucapnya, menawarkan kepada rekan bisnis dan teman temannya untuk mengikuti arisan dengan sistem lelang. Setiap anggota minimal harus pembelian satu slot arisan senilai Rp 1 juta.
Dari pembelian slot itu, korban dijanjikan bakal menerima uang senilai Rp 1,35 juta. "Apabila para member membawa nasabah lain (reseller), maka member akan mendapatkan fee member sebesar Rp 250 ribu," katanya. Korban yang tergiur kemudian mentransfer uang ke rekening pelaku.
Ketika sudah jatuh tempo pembayaran arisan, pelaku tak kunjung melakukan pembayaran sebagaimana telah dijanjikan. Belakangan, diketahui bahwa praktik arisan itu merupakan fiktif belaka. "Bahwa arisan yang dilelang tersebut fiktif dan tujuan terlapor, hanya untuk menarik uang guna menutupi kewajiban pembayaran arisan yang sudah jatuh tempo atas korban lainnya yang berjumlah 150 orang," ujar Ibrahim Tompo.
Polisi masih mengembangkan kasus arisan bodong ini. Tak menutup kemungkian, ucapnya, jumlah korban dan nilai kerugian bakal terus bertambah. Bagi masyarakat yang merasa menjadi korban, kata dia, dapat menghubugi hotline PoldaJabar melalui nomor telepon.
"Kita membuka hotline pengaduan agar menghubungi Subdit IV Ditreskrimum PoldaJabar di nomor 081320090955," katanya. Kasubdit IV Ditreskrimum PoldaJabar, AKBP Adanan Mangopang, menambahkan, dalam kasus arisanbodong tersebut, ada seorang korban yang rugi hingga Rp 500 juta akibat arisanbodong ini. "Penyidik masih melakukan pendalaman ahli pidana, perdata dan ITE dan selanjutnya kami akan periksa skema ponzi atau money game," ujar Adanan.
Pelaku disangkakan Pasal 378 KUHPidana, Pasal 372 KUHPidana, Pasal 28 ayat (1) UU RI Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka juga dijerat memakai Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pelaku diancam kurungan pidana di atas lima tahun.